Oleh: Sudirman Siahaan
Terjadinya revolusi teknologi telekomunikasi telah memberikan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali aspek pendidikan. Sebagai salah satu contoh dari teknologi komunikasi adalah radio. Berdasarkan rujukan yang ada dapatlah dikemukakan bahwa penggunaan siaran radio telah dimulai pada tahun 1916 yaitu untuk menyajikan materi pembelajaran pada pendidikan korespondensi (delivery system). Contoh lainnya lagi adalah penggunaan siaran radio pada pertengahan tahun 1920-an di lingkungan Departemen Pendidikan Inggris dengan tujuan membantu guru-guru kelas di Sekolah Dasar menyelenggarakan kegiatan pembelajaran (radio-based instruction).
Negara lain yang mengikuti langkah pemerintah Inggris dalam penggunaan siaran radio untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran adalah Cina yaitu pada tahun 1929. Menyusul tahap berikutnya, yaitu pada tahun 1930, Amerika Serikat dan Kanada telah memanfaatkan siaran radio untuk menunjang kegiatan pembelajaran di sekolah. Serempak dengan Amerika Serikat dan Kanada, maka Australia juga menggunakan siaran radio untuk membantu membelajarkan para peserta didiknya yang tidak memungkinkan secara teratur datang belajar di sekolah konvensional karena jarak yang jauh dengan populasi yang terpencar-pencar (“School of Air”).
Keberhasilan berbagai negara seperti tersebut di atas di bidang pemanfaatan siaran radio untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran (salah satu manifestasinya adalah dalam bentuk peningkatan prestasi belajar peserta didik) telah mendorong berbagai negara lainnya untuk memanfaatkan siaran radio bagi kepentingan pendidikan/pembelajaran.
Beberapa di antara negara yang telah termotivasi dan kemudian memanfaatkan siaran radio untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran para peserta didiknya adalah: (1) Nigeria yang menggunakan siaran radio bagi kepentingan pendidikannya sejak tahun 1953, (2) Lao PDR yang telah menggunakan siaran radio untuk membantu masyarakat luas meningkatkan penghasilannya dan menekan pengeluarannya (pendidikan masyarakat), dan (3) Indonesia yang telah memanfaatkan siaran radio untuk kepentingan pendidikan pada tahun 1950-an dengan tujuan untuk membelajarkan para tentara pelajar yang terpaksa dalam kurun waktu tertentu tidak dapat belajar karena harus berjuang mempertahankan kedaulatan negara Republik Indonesia.
Perkembangan lebih lanjut di bidang pemanfatan siaran radio di Indonesia adalah pada tahun 1976 di mana siaran radio digunakan untuk menatar para guru Sekolah Dasar (SD). Program siaran radio inilah yang kemudian dikenal sebagai “Pendidikan dan Pelatihan Siaran Radio Pendidikan untuk Guru Sekolah Dasar” atau Diklat SRP Guru SD. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional para guru SD. Penggunaan siaran radio untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran terus mengalami perkembangan/kemajuan.
Mendengarkan istilah siaran radio, maka yang segera terlintas dalam pikiran adalah suatu proses komunikasi yang sepenuhnya hanya mengandalkan unsur suara (audio), berlangsung satu arah, tidak dapat dikendalikan oleh pemirsa, tidak dapat disesuaikan dengan ketersediaan waktu pemirsa, dan tentu saja dipengaruhi oleh kualitas penerimaan program siaran. Sekalipun hanya mengandalkan suara (audio), namun mengingat potensi besar yang dimiliki radio dan mempertimbangkan berbagai aspek penting lainnya, maka Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom)-Departemen Pendidikan Nasional melakukan perintisan pemanfaatan pemanfaatan radio komunikasi 2 arah untuk kepentingan pembelajaran di Sekolah Menengah Tingkat Pertama Terbuka (SMP Terbuka).
Kalau dalam uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa siaran radio hanya berlangsung satu arah, radio komunikasi 2 arah berlangsung timbal balik, yaitu dari sumber informasi atau komunikator (sender) kepada penerima informasi atau komunikan (receivers). Selain itu, penggunaan radio komunikasi 2 arah tidak hanya berlangsung dari seorang kepada seorang lainnya (one-to-one) tetapi dapat juga berlangsung dari seorang kepada banyak orang (one-to-many) atau sebaliknya.
Selanjutnya, model pendidikan SMP Terbuka, perintisannya dilakukan pada tahun 1979, tidak berbeda dengan SMP reguler yang ada kecuali pada sistem pembelajaran yang diterapkan. Kurikulum, sistem penilaian, dan berbagai ketentuan lainnya yang berlaku di SMP reguler diberlakukan juga pada SMP Terbuka. Pada tahap perintisan, SMP Terbuka hanya diselenggarakan di 5 propinsi, yaitu di (1) Mataram untuk wilayah Nusa Tenggara Barat, (2) Kalianda untuk Lampung, (3) Plumbon untuk Jawa Barat, (4) Adiwerna untuk Jawa Tengah, dan (5) Kalisat untuk Jawa Timur.
Di SMP Terbuka, sebagian besar waktu belajar yang digunakan peserta didik adalah belajar mandiri, baik secara individual maupun dalam bentuk kelompok-kelompok. Kegiatan belajar mandiri pada dasarnya dapat saja dilaksanakan di mana saja dan kapan saja. Namun demikian, kecenderungan yang terjadi di banyak lokasi adalah bahwa para peserta didik dan tutor/fasilitator sepakat menggunakan gedung SD yang pada umumnya tidak digunakan pada sore hari sebagai Tempat Kegiatan Belajar (TKB). Setiap SMP Terbuka mempunyai 3-5 TKB. Itulah sebabnya, kegiatan belajar mandiri dilaksanakan pada sore hari, yaitu dari pukul 14.00 sd. 18.00 waktu setempat di saat gedung SD tidak digunakan. Bahan-bahan belajar untuk peserta didik SMP Terbuka dirancang secara khusus dan professional dalam bentuk cetakan (modul) sehingga memungkinkan peserta didik untuk mempelajarinya secara mandiri.
Setelah belajar mandiri selama 5 atau 6 hari setiap minggu, para peserta didik SMP Terbuka mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kegiatan belajar tutorial secara tatap muka yang disampaikan oleh para guru mata pelajaran yang terdapat di SMP Negeri (yang ditunjuk untuk berfungsi sebagai sekolah induk SMP Terbuka). Kegiatan tutorial tatap muka dilaksanakan sekali atau dua kali seminggu. Mekanisme penyelenggarannya dapat saja para peserta didik yang datang ke sekolah induk atau sebaliknya, para guru mata pelajaran yang justru mendatangi peserta didik di suatu tempat tertentu (gedung SD, Pondok Pesantren, atau Balai Desa).
Setelah SMP Terbuka dijadikan sebagai salah satu model pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun (Wajar 9 Tahun), maka dewasa ini, SMP Terbuka dapat dijumpai di semua propinsi atau setidak-tidaknya hampir di semua propinsi. Di berbagai daerah yang kondisi geografisnya sulit, peserta didik mengalami kendala/hambatan untuk mengikuti kegiatan tutorial tatap muka yang diselenggarakan di sekolah induk. Menghadapi kondisi geografis yang sulit ini, para guru juga terkendala untuk dapat menyelenggarakan kegiatan belajar tutorial secara tatap muka setiap minggunya. Para guru mata pelajaran merasa cukup puas apabila dapat menyelenggarakan tutorial tatap muka setiap semester.
Berkaitan dengan kondisi geografis yang sulit sehingga kegiatan belajar tutorial tatap muka terkendala, maka Pustekkom memperkenalkan penggunaan radio komunikasi 2 arah sebagai alternatif pemecahannya. Dengan melengkapi sekolah induk dan masing-masing TKB dengan perangkat radio komunikasi 2 arah, maka kegiatan pembelajaran dengan guru mata pelajaran dapat dilaksanakan setiap hari. Peserta didik mempunyai waktu setiap hari bertemu dengan guru mata pelajaran sekalipun hanya melalui radio untuk mediskusikan berbagai kesulitan yang dihadapi selama belajar mandiri. Aspek teknis pemanfaatan radio komunikasi 2 arah ini tidak diuraikan di dalam tulisan ini.
Jadwal penggunaan radio komunikasi 2 arah disusun oleh para guru mata pelajaran setiap semester atau setiap awal tahun ajaran. Jadwal yang telah disusun (mencakup hari dan waktu, nama mata pelajaran dan nara sumber) dikomunikasikan kepada semua tutor/maka fasilitator untuk dijadikan sebagai pedoman. Pada hari H dan pukul P, semua perangkat radio komunikasi 2 arah, baik yang terdapat di sekolah induk yang akan digunakan oleh guru mata pelajaran maupun yang terdapat di TKB yang akan digunakan oleh para peserta didik di bawah supervisi tutor/fasilitator, telah distel sehingga benar-benar dalam kondisi siap dioperasikan.
Dari berbagai laporan atau dokumen yang ada dapatlah dikemukakan bahwa apa yang sebelumnya menjadi kendala (penyelenggaraan tutorial tatap muka), ternyata dengan pemanfaatan perangkat radio komunikasi 2 arah, maka permasalahan atau kendala yang terjadi dapat dipecahkan.
Selain masalah yang dihadapi dapat diselesaikan, nilai tambah yang dirasakan oleh peserta didik melalui pemanfaatan radio komunikasi 2 arah adalah perasaan senang belajar karena suasana belajarnya menjadi sangat rileks, peserta didik tidak dibayang-bayangi perasaan malu atau takut kalau pertanyaan yang diajukannya tidak berbobot atau jawaban yang diberikannya terhadap pertanyaan guru tidak benar. Peserta didik sekaligus juga belajar untuk berani berbicara kepada gurunya melalui mikrofon terlepas dari benar atau salah yang disampaikannya. Di samping itu, peserta didik juga dapat mendengarkan suara teman-temannya berbicara, baik dengan guru maupun dengan sesama teman yang berada di TKB lain tanpa disertai perasaan malu karena tidak berada dalam ruangan yang sama.
Setelah diberlakukannya otonomi daerah di mana pengelolaan sekolah beralih menjadi wewenang Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, maka perangkat radio komunikasi 2 arah yang terdapat di sekolah dan dioperasionalkan bagi kepentingan pembelajaran, sepenuhnya tergantung pada ada-tidaknya kepedulian atau atensi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota untuk terus memfungsikannya. Tentunya tidak terbatas hanya untuk mengelola apa yang sudah ada di sekolah tetapi peran Dinas Pendidikan Kabupate/Kota hendaknya lebih jauh lagi yaitu mengembangkannya ke berbagai sekolah lain yang terkendala dengan kondisi geografis yang sulit.
sumber:http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=90
No comments:
Post a Comment